PENDAHULUAN
Berdakwah untuk
menyeru manusia kepada kebaikan, jika disertai dengan penyimpangan perilaku para
da’i, merupakan penyakit yang akan menimbulkan keseimbangan dalam diri. Tidak
hanya pada diri seorang da’i, tetapi juga terhadap dakwah. Hal inilah yang
mengacaukan hati dan pikiran masyarakat karena mereka mendengar kata-kata yang
indah tetapi menyaksikan perbuatan yang buruk. Saat itulah, mereka bingung
untuk menilai ucapan dan perbuatan. Di satu sisi, di dalam jiwa mereka berkobar
api yang semangat yang disulut oleh akidah, namun di sisi lain, cahaya hati
yang bersumber dari keimanan meredup, lalu padam. Mereka tidak lagi percaya
kepada agama setelah kehilangan kepercayaan kepada para da’i yang menyebarkannya.
Penyimpangan
atas setiap prinsip, karakteristik khusus, dan semboyan dakwah akan menjadi
bumerang yang akan menghancurkan dakwah itu sendiri dan membuat orang lain
menjauhi serta meremehkan dakwah. Ini dapat terjadi karena mereka mendengar
pernyataan-pernyataan yang manis dan indah dari para da’i namun menyaksikan
perbuatan yang buruk dan tercela. Bagaimana mungkin masyarakat mau mengikuti
orang-orang yang mengucapkan sesuatu dengan mulutnya, tetapi hatinya sendiri
tidak yakin dengan apa yang diucapkannya. Dia menyuruh orang lain berbuat baik,
tetapi dia sendiri tidak melakukannya.
Oleh
karena itu, sangat dibutuhkan sikap tauladan yang baik dari para da’i yang akan menjadi contoh yang baik untuk para
mad’uwnya. Sangat diharapkan siapapun yang akan menjadi seorang da’i hendaknya
memiliki syarat-syarat yang akan dibahas dalam makalah ini agar masalah-masalah
yang pernah terjadi di masa lalu tidak akan terulang kembali dan dapat memperbaiki
akidah masyarakat banyak.
PEMBAHASAN
KOMPETENSI DA’I
A.
Pengertian Da’i
Da’i
(isim fa’il), yaitu pelaku atau subjek dalam kegiatan dakwah. Selain istilah
da’i juga dikenal dengan sebutan muballigh atau muballighah. Da’i berarti orang
yang mengajak, sedangkan muballigh adalah orang yang menyampaikan. Jadi, da’i
adalah orang yang menyampaikan dan mengajak serta merubah sesuatu keadaan
kepada yang lebih baik, berdasarkan indikasi yang digariskan oleh agama Islam.
Menurut
HMS Nazaruddin Lathief, ahli da’i adalah muslim atau muslimat yang menjadikan
dakwah sebagai suatu amaliyah pokok baginya tugas ulama. Ahli dakwah ialah
wa’ad, muballigh mustamain (juru penerang) yang menyeru, mengajak dan memberi
pengajaran dan pelajaran agama Islam.
Dalam
al-quran dan hadits.
1.
Al-quran surat An-Nahl ayat 125.
اُدْعُ اِ Ù„َÙ‰ َسِبيلِ رَبِلكَ بِا Ù„ØِكمَØ©ِ ÙˆَالمَوعِظَØ©ِ الØَسَÙ†َØ©ِ
Ùˆَ جَدِ لهُÙ… بِا Ù„َتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ ا ØسَÙ†ُ اِÙ†َ رَبَÙƒَ Ù‡ُÙˆَ اَعلَÙ…ُ بِÙ…َÙ†
ضَÙ„َ عَÙ† سَبِيلِÙ‡ِ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ اَعلَÙ…ُ بِا Ù„ُمهتَدِ ىنَ
Artinya :
“ Serulah
(manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat sari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl:125).
2.
Hadits riwayat Muslim dan Abu Hurairah.
Artinya :
“Bersabda Nabi
SAW : Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemunkaran, maka hendaklah dia
cegah dengan tangannya, maka jika tidak kuasa dengan lidahnya, maka jika tidak
sanggup juga dengan hati, itulah dianya yang selemah-lemahnya iman”.
Berpedoman pada
ayat-ayat dan hadits di atas dapat dikemukakan suatu defenisi bahwa juru dakwah
itu ialah : setiap manusia muslim dan muslimah yang diberi tugas oleh Allah
untuk mengajak orang lain kepada agamaNya dengan persyaratan-persyaratan
tertentu sesuai dengan daya mampunya masing-masing dan di tengah- tengah
masyarakat dia berperan sebagai pelita yang menerangi.
B.
Kompetensi Da’i
Kompetensi da’i
diartikan sebagai syarat minimal yang harus dimiliki, mencakup pemahaman,
pengetahuan, penghayatan, perilaku dan keterampilan dalam bidang dakwah. Dengan
istilah lain kompetensi da’i merupakan gambaran ideal (das sollen),
sehingga memungkinkan ia memikul tanggung jawab dakwah sebagai penyambung lidah
Rasulullah secara maksimal. Da’i yang berkualitas dan profesional serta mampu
memberikan alternatif jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi umat sangat
dibutuhkan masyarakat banyak terutama di zaman pasca modern atau era
globalisasi saat ini. Kompetensi da’i yang diharapkan sekurang-kurangnya
kompetensi substantif dan kompetensi metodologis.
1.
Kompetensi
Substantif
Kompetensi
substantif menekankan pada keberadaan da’i dalam dimensi ideal dalam bidang
pengetahuan, sehingga da’i mempunyai wawasan yang luas baik wawasan keislaman,
wawasan keilmuwan maupun wawasan nasional bahkan wawasan internasional serta
bersikap dan bertingkah laku yang mencerminkan akhlak mulia sebagaimana
diajarkan oleh al-quran. Hal-hal yang tercakup dalam kompetensi substantif
diantaranya :
a.
Penguasaan Ilmu Agama
Seorang
da’i harus menguasai ilmu keislaman secara luas dan mendalam baik menyangkut
tauhid, syari’ah (hukum), akhlak, pengetahuan umum dan bidang-bidang lainnya
dikarenakan tugas seorang da’i sangatlah berat yakni mengajak, membimbing, dan
membina umat agar beriman dan menata hidupnya sesuai dengan tuntunan Islam
secara totalitas.
b.
Penguasaan Ilmu Umum
Seorang
da’i selain memiliki pengetahuan agama juga harus memiliki pengetahuan lainnya
terutama ilmu yang digolongkan sebagai mitra ilmu dakwah seperti psikologi,
sosiologi, ilmu komunikasi, retorika dan lain sebagainya. Semakin banyak
pengetahuan seorang da’i maka semakin mudah pula dalam mengadakan pendekatan
terhadap masyarakat.
c.
Berakhlak Mulia
Da’i adalah
agen perubahan sosial, penyeru kepada kebaikan dan kebenaran. Oleh karena itu
seorang da’i haruslah berakhlak mulia dan menjadi tauladan dan panutan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat. Karena sesungguhnya dakwah akan sampai
dengan bobot dan daya yang tajam apabila yang menyampaikannya mempunyai
komitmen dan istiqomah serta konsuken antara ucapan dan perbuatan.
Rasulullah
SAW secara tegas bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Rasulullah diutus oleh Allah didunia ini tak lain
hanyalah untuk menyempurnakan (akhlak budi pekerti) yang mulia”. (Hadist
Riwayat Ahmad).
2.
Kompetensi Metodologis
Kompetensi
metodologis menekankan pada kemampuan praktis yang harus dimiliki seorang da’i
dalam operasional dakwah atau pelaksanaannya. Kompetensi ini meliputi kemampuan
merencanakan, menganalisa mad’uw serta mampu mengidentifikasi masalah umat,
baik melalui dialog lisan, tulisan maupun dengan dialog amal. Kompetensi
metodologis lebih terfokus pada tingkat profesionalisme da’i. Secara umum hal-hal
yang tercakup dalam kompetensi metodologis adalah sebagai berikut :
a.
Memiliki
kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dakwah seperti heterogenitas dari
mad’uw yang dihadapi.
b.
Kemampuan
membuat perencanaan dalam kegiatan dakwah, salah satunya mempertimbangkan
mengenai skala prioritas sesuai dengan agenda permasalahan dan kebutuhan dari
mad’uw.
c.
Memiliki
kecakapan dalam mempersiapkan materi dakwah yang menuntut kemampuan untuk
melihat dan menganalisa dan menyesuaikan materi dengan umat yang akan diseru.
d.
Memilki
keahlian dalam menyampaikan ceramah untuk mengembangkan dan mendalami teori dan
latihan secara terus-menerus.
C.
Syarat-Syarat Yang Harus Dimiliki Da’i
Syarat-syarat yang harus dimilki seorang da’i menurut Muhammad
Ash-Shobbach adalah sebagai berikut :
1. Sudah dapat merampungkan membaca Al-quran dan tafsirnya secara
ringkas dan mendalami secara umum tentang ayat-ayat hukum.
2. Menguasai hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, syari’ah dan
muamalah.
3. Telah menguasai hadits-hadits shahih, terutama dalam kaitannya
dengan ibadah dan hukum.
4. Menguasai pokok-pokok aqidah yang benar dan mampu menjelaskan
aqidah yang murni kepada umat, sehingga umat terhindar dari syirik, kufarat dan
tahayul.
5. Menguasai sejarah kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabat.
Syarat-syarat
da’i lainnya adalah sebagai berikut :
1)
Memahami
aqidah yang menjadi landasan dakwah
2)
Yakin
dengan tujuan, sarana, dan sasaran dakwah
3)
Meguasai
manhaj, peraturan, dan undang-undang dakwah
4)
Mempunyai
iman yang mendalam
5)
Kemauan
kuat
6)
Sungguh-sungguh
dan optimis
7)
Menjadi
teladan bagi orang lain
8)
Lembut
dan berusaha
9)
Mampu
menjaga rahasia
10)
Teguh
dalam menepati janji
11)
Sanggup
berkorban
12)
Manajemen
waktu
D.
Sifat-Sifat Da’i
1.
Ikhlas
Kewajiban seorang da’i adalah mengikhlaskan diri untuk Allah.
Inilah akhlak yang paling penting dan sifat yang paling agung.
2.
Ilmu
Seorang da’i hendaknya berilmu terhadap apa yang didakwahkan dan
jangan sampai jahil kepada para mad’u. Jadi berdakwah harus berdasarkan ilmu,
bukan menyampaikan sesuatu yang tidak diketahui. Para da’i dan penuntut ilmu
wajib unutk tahu benar dan memperhatikan apa yang didakwahkan beserta dalilnya.
Lalu mengajak kepada kebenaran yang nampak jelas baginya, baik berupa ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya yang harus dilakukan atau larangan Allah dan
Rasul-Nya.
3.
Lemah lembut dan sabar
Para da’i wajib bertindak santun,
sabar, dan lembut dalam mengarahkan serta berkata halus dan baik agar mendapat respon yang baik dari
para mad’u.
4.
Menjadi tauladan dalam dakwahnya
Seorang da’i haruslah bisa menjadi
tauladan yang baik untuk para mad’uwnya dari setiap apa yang disampaikannya,
agar mad’uw dapat menerima tanpa paksaan dalam menjalankannya.
Sifat da’i yang disebutkan dalam al-quran diantaranya :
1.
Perintah agar
da’i istiqomah tidak memperturutkan hawa nafsu, menjelaskan tentang
ketegarannya dalam iman berbuat adil dan berusaha berdakwah sampai pada
non-muslim. Allah berfirman :
“maka
karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:
aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan
supaya berlaku adil diantara kamu. Allahlah Tuhan kami dan Tuhanmu”. (as-Syura:
15).
2.
Bertawakkal
dalam dakwah dari meyakini kebenaran dakwah yang disampaikan.
Sifat-sifat yang penting harus dimiliki oleh seorang da’i secara
umum :
a.
Mendalami
al-quran dan sunnah dan sejarah kehidupan Rasul, serta khulafaur rasyidin
b.
Memahami keadaan
masyarakat yang akan dihadapi
c.
Berani dalam
mengungkapkan kebenaran kapan pun dan dimana pun
d.
Satu kata
dengan perbuatan
e.
Terjauh dari
hal-hal yang menjatuhkan harga diri
f.
Iman dan taqwa
kepada Allah
Syarat kepribadian seorang da’i yang
terpenting adalah iman kepada Allah. Oleh karena ia di dalam membawa misi
dakwahnya diharuskan terlebih dahulu dirinya sendiri dapat memerangi hawa
nafsunya, sehingga diri pribadi ini lebih taat kepada Allah dan Rasulnya
dibandingkan dengan sasaran dakwahnya.
g.
Tulus ikhlas
dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi
Niat yang lurus tanpa pamrih dunia belaka, salah satu syarat mutlak
yang harus dimiliki oleh seorang da’i. Sebab dakwah adalah pekerjaan yang
bersifat ubudiyah atau terkenal dengan istilah hablullah, yakni amal perbuatan
yang berhubungan dengan Allah. Memang ikhlas adalah perbuatan hati, oleh karena
itu seorang da’i dalam membawa missi dakwahnya terhadap masyarakat harus
ikhlas.
h.
Ramah
dan penuh pengertian
Dakwah dapat diterima orang lain, apabila yang mempropagandakan yaitu
pelaku dakwah (da’i) berlaku ramah, sopan dan ringan tangan untuk melayani
sasarannya (obyeknya). Seorang da’i harus mempunyai kepribadian menarik, karena
keramahan, kesopanan dan keringan tanganannya insya Allah akan berhasil
dakwahnya.
i.
Tawadlu’
(rendah diri)
Rendah hati bukanlah semata-mata
merasa dirinya terhina dan dibandingkan dengan
derajat dan martabat orang lain, akan tetapi tawadlu’ yang berarti sopan dalam
pergaulan, tidak sombong dan tidak suka menghina dan mencela orang lain.
j.
Sederhana
dan jujur
Sederhana disini adalah tidak
bermegah-megah, angkuh dan lain sebagainaya. Sedangkan jujur adalah sebagi
penguatnya, orang akan percaya terhadap segala ajakannya, apabila sang pengajak
sendiri dapat dipercaya dan tidak pernah menyelisihi apa yang dikatakannya.
k.
Memiliki
jiwa toleransi
Toleransi adalah di mana tempatnya
seorang da’i harus mengadaptasikan dirinya dalam artian positif.
l.
Tidak
memiliki sifat egoisme
Ego adalah suatu watak yang
menonjolkan akunya, angkuh dalam pergaulan merasa dirinya terhormat, lebih
pandai dan sebagainya. Sifat inilah yang harus betul-betul dijauhi oleh sang
juru da’i.
m.
Tidak
memiliki penyakit hati
Sombong, dengki, iri dan sebagainya,
haruslah disingkirkan dalam hati sanubari seorang yang hendak berdakwah.
E.
Sikap Seorang Da’i
Sikap seorang da’i sangat mendapatkan perhatian yang serius dari
sasaran dakwahnya. Kebanyakan orang melihat sikap orangnya terlebih dahulu,
daripada melihat ajakannya, walaupun dikatakan dalam hadits Rasulullah SAW yang
artinya:
“Lihatlah apa yang dikatakan dan janganlah kamu
melihat siapa (orang) yang mengatakan”. (Al-Hadist).
“Hing
ngarsa asung tuladha, hing madya maangun karsa, tut wuri handayani”.
Pendapat KH Dewantoro itu harus pula
dimiliki oleh seorang da’i. Hing ngarsa asung tuladha; Artinya seorang da’i
yang merupakan orang terkemuka ditengah-tengah masyarakat haruslah dapat
menjadi tauladan yang baik.
Keberhasilan
dakwahnya seorang da’i setidak-tidaknya memiliki sifat sebagai berikut:
a.
Disiplin
dan bijaksana
Oleh karena itu disiplin dalam
artian luas sangat diperlukan oleh seorang da’i dalam mengemban tugasnya
sebagai muballigh. Begitu pun bijaksana, dalam menjalankan tugasnya sangat
berperan di dalam mencapai keberhasilan dakwahnya.
b.
Wira’i
dan berwibawa
Sikap yang wira’i yakni menjauhkan
perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal saleh, salah satu
hal yang dapat menimbulkan kewibawaan seorang da’i. Sebab kewibawaan merupakan
faktor yang mempengaruhi seseorang akan percaya menerima ajakannya.
c.
Tanggung jawab
Seorang da’i haruslah bertanggung
jawab terhadap setiap apa yang dikatakannya. Jangan sampai mad’uw menilai bahwa
da’i tersebut hanyalah bisa berkata tetapi tindakannya tidak.
d.
Berpandangan yang luas
Seorang da’i
dalam menentukan strategi dakwahnya sangat memerlukan pandangan jauh, tidak
panatik terhadap satu golongan saja dan waspada dalam menjalankan tugasnya.
Sebab dengan sikap yang demikian tidak mungkin akan kekurangan cara (metode)
untuk mengajak manusia ke jalan Allah.
PENUTUP
KESIMPULAN
Da’i yang identik dengan muballigh
bermakna orang yang mengajak atau menyampaikan agama Islam serta merubah
sesuatu keadaan kepada yang lebih baik, berdasarkan indikasi yang digariskan
oleh agama Islam kepada jamaah dan biasanya melalui mimbar.
Kompetensi da’i
diartikan sebagai syarat minimal yang harus dimiliki, mencakup pemahaman,
pengetahuan, penghayatan, perilaku dan keterampilan dalam bidang dakwah. Dengan
istilah lain kompetensi da’i merupakan gambaran ideal (das sollen),
sehingga memungkinkan ia memikul tanggung jawab dakwah sebagai penyambung lidah
Rasulullah secara maksimal. Kompetensi da’i yang diharapkan sekurang-kurangnya
kompetensi substantif dan kompetensi metodologis.
Syarat-syarat
untuk menjadi seorang da’i diantaranya adalah dapat merampungkan membaca
Al-quran dan tafsirnya, menguasai
hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, syari’ah dan muamalah, telah
menguasai hadits-hadits shahih, terutama dalam kaitannya dengan ibadah dan
hukum, menguasai pokok-pokok aqidah yang benar dan mampu menjelaskan aqidah
yang murni kepada umat, dan menguasai sejarah kehidupan Rasulullah SAW dan para
sahabat.
Sifat-sifat penting
yang harus dimiliki oleh seorang da’i secara umum yaitu mendalami al-quran dan
sunnah dan sejarah kehidupan Rasul, serta khulafaur rasyidin, memahami keadaan
masyarakat yang akan dihadapi, berani dalam mengungkapkan kebenaran kapan pun
dan dimana pun, ikhlas dalam melaksanakan tugas dakwah tanpa tergiur oleh nikmat
materi yang hanya sementara, satu kata dengan perbuatan, dan terjauh dari
hal-hal yang menjatuhkan harga diri, wira’i dan berwibawa, sikap seorang da’i
diantaranya berakhlak mulia, hing ngarsa asung tuladha, hing madya maangun
karsa, tut wuri handayani, disiplin dan bijaksana, tanggung jawab dan
berpandangan luas.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah (Jakarta:Kalam
Mulia, 2005).
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya:Al-Ikhlas,
1983).
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta:Kencana, 2004).